Semangatmu Tak Boleh Mati, Semangat!


“Tidak ada kata yang bisa saya ucapkan, kecuali bersyukur dan terus bersyukur”.
Saya Febriati Dian Mubarokah, panggil saja Febri, mahasiswi Bidikmisi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret dan sekarang saya sudah berada di semester 5. Perjuangan yang begitu panjang dan tentunya inilah hal yang membuat saya tak bisa henti-hentinya untuk bersyukur.
Banyak dari teman saya di kampus yang tidak percaya kalau saya merupakan mahasiswi bidikmisi. Alasan? Salah satu alasan mereka yang tidak percaya adalah karena saya berasal dari daerah yang bisa dibilang cukup maju dan mungkin teman-teman menilai semua penduduk di kota ini berada dalam situasi ekonomi dan pendidikan yang memadai. Hanya untuk membuka pikiran teman-teman saja, tidak selalu penduduk kota berada pada situasi yang memang  diinginkan, kadang mereka terjebak dalam situasi yang membuat semuanya terlihat begitu sulit. Bahkan dari beberapa teman kecil di sekitar rumah, hanya sebagian yang beruntung mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan sampai kuliah, sisanya banyak yang langsung bekerja untuk membantu ekonomi keluarga.
Saat menjelang kelulusan SMA, dimana saya menjadi salah satu siswa yang lagi-lagi sangat beruntung karena bisa masuk ke sekolah favorit di daerah saya, SMAN 1 Tangerang, saya sangat tertantang dan penuh dilema. Di dalam sekolah itu terdapat siswa-siswa yang sangat berprestasi dan ambisius, termasuk dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Saya yang merupakan salah satu siswa yang bisa dibilang ‘mempunyai kemampuan cukup’ untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya juga sangat termotivasi dengan semangat teman-teman yang menggebu untuk menggapai kampus dan jurusan yang sudah dicitakan. Namun, itu semua juga yang membuat saya dilema di awal. Di saat teman-teman sudah mantap dengan cita-citanya, saya masih harus dibingungkan untuk memilih jurusan yang tidak akan memberatkan orang tua saya. Saat itu, ego dan perasaan saya sering sekali beradu argumen, bahkan sempat terbesit rasa sedih jika memang selanjutnya saya tidak bisa melanjutkan ke dunia perkuliahan. Ini menjadi dilema yang berkepanjangan karena teman dari segala penjuru lagi dan lagi membicarakan mimpi masing-masing sedangkan saya masih terjebak dalam dilema seperti itu.
Alhamdulillaah, lagi-lagi rasa syukur tak henti saya ucapkan. Saya terlahir dari kedua orang tua yang sangat menjunjung tinggi pendidikan. Ini yang menyebabkan saya jika dibandingkan dengan teman-teman sekitar rumah saya sejak SD lebih beruntung. Ibu merupakan seorang ibu rumah tangga yang karena diberikan anugerah lebih dari Sang Pencipta, masih harus merawat kakak yang keadaannya sakit dan perlu perhatian khusus. Ayah adalah seorang wiraswasta, yang pergi sebelum subuh dan pulang seselesainya. Sebenarnya sampai sekarang saya tidak cukup mengerti, pekerjaan tetap apa yang ayah saya tekuni, yang jelas beliau pergi pagi sekali sebelum subuh untuk menata koran yang diantarkan supplier yang kemudian akan diantarkan ke rumah-rumah pelanggannya dan setelah itu akan ada tagihan yang ayah saya lakukan. Kami tinggal di rumah kontrak di salah satu jalanan kecil di kota besar.
Keadaan ini sudah saya alami sejak SD sampai sekarang, tapi motivasi-motivasi mereka yang selalu ditularkan kepada saya, membuat saya semakin semangat belajar dan memberikan nilai raport yang terus memuaskan dari SD sampai SMA. Memang rasa minder sering menyerang saat saya sedang bersama teman-teman yang keadaannya jauh lebih beruntung. Namun, semangat besar saya sudah mengalahkan rasa yang tak seharusnya ada itu selama bertahun-tahun.
Orang tua saya tak pernah perhitungan jika membahas soal pendidikan, yang mereka sampaikan adalah belajar itu penting, bagaimanapun caranya harus tetap belajar karena saya adalah asset terbesar mereka untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang mereka punya dulu namun lagi-lagi tidak bisa dilakukan karena keterbatasan finansial dan dukungan keluarga waktu itu. Tidak ada motivasi yang begitu menyentuh, selain motivasi dari mereka, kedua orang tua yang begitu saya sayangi.
Begitu juga saat akhir-akhir masa SMA, ayah saya mencari informasi bagaimana caranya saya bisa melanjutkan kuliah, saat itu karena ayah saya tiap hari bekerja dengan koran, setiap hari ia mencari cara, beasiswa dan sejenisnya agar saya bisa terus melanjutkan pendidikan. Sampai akhirnya, didapatkanlah info mengenai BIDIKMISI.
Bidikmisi adalah program bantuan biaya pendidikan yang saat waktu itu diberikan Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada mahasiswa dari keluarga ekonomi terbatas tapi memiliki potensi akademik memadai. Program ini sudah dibuka sejak tahun 2010, yang datang untuk memberikan jalan kepada kami yang ragu untuk terus melanjutkan mimpi sehingga banyak dari kami yang tidak lagi ragu untuk terus belajar. Mengubah pandangan kepada kami, karena belum tentu semua yang terbatas materi juga terbatas secara akademik.
Seperti memang sudah jalannya, tidak lama ayah saya membicarakan mengenai Bidikmisi, tiba-tiba waktu itu secara terbuka sekolah membuka pendaftaran kolektif bagi siswa yang ingin mendaftar Bidikmisi. Seperti mendapat kabar dari surga, saya langsung meng-iya-kan dan mengikuti semua alurnya. Lagi-lagi kurang beruntung apa saya, semua segala yang dibutuhkan untuk mendaftar Bidikmisi diurus oleh sekolah, kami pendaftar hanya tinggal memberikan syarat yang harus dilengkapi. MasyaAllaah, sungguh besar nikmat Allah memberikanku jalan untuk terus berjuang menggapai mimpi. Memang ada beberapa syarat yang sulit saya lampirkan, seperti rekening listrik, pajak PBB dan yang berurusan mengenai rumah, ya mau bagaimana, rumah yang saya tempati bukan rumah sendiri, otomatis tidak ada yang namanya bayar rekening listrik dan PBB, namun setelah konsul dengan sekolah, kami diberi jalan keluar untuk membuat beberapa surat. Berbagai alur telah dilalui, akhirnya sampai lah saya di tahap ini, tahun ketiga kuliah bersama Bidikmisi.
Kadang masih tidak percaya, bahwa saya sedang berada di tanah perantauan, berjuang untuk mencoret beribu mimpi yang saya impikan. Pertama kali dilepas jauh dari orang tua dan harus memaksakan diri untuk pulang satu semester sekali karena transport yang cukup mahal tidak memungkinkan untuk pulang pergi sesuka hati, menjadi awal adaptasi yang begitu sulit. Mengelola keuangan sedemikian rupa untuk bertahan dalam satu bulan dengan tambahan fotocopy materi, beli ini beli itu, kadang harus melawan keinginan untuk membeli suatu hal, ya, saya sudah melewati itu selama 2 tahun.
Kuliah bersama Bidikmisi dapat menciptakan pribadi yang lebih mandiri dan penuh mimpi. Sudah 2 tahun juga saya bertemu dengan sosok-sosok menginspirasi yang membuat saya lebih semangat untuk bermimpi. Selama kuliah ini, bidikmisi telah mengantarkan saya untuk dapat mencoret beberapa mimpi. Di antara mimpi itu adalah naik pesawat ke luar pulau Jawa yang akhirnya bisa saya rasakan saat memasuki masa kuliah ini. Selain itu, mimpi yang selalu saya bawa dalam setiap shalat yaitu memberikan piala untuk ibu dan ayah di rumah, membawa kabar gembira yang dapat membuat mereka bangga akhirnya juga dapat saya lakukan setelah beberapa kali mengalami kegagalan dan lagi sempat terserang rasa minder. Belum lagi mimpi-mimpi lainnya yang belum terlaksana. Terlebih perjuangan mempertahankan IP yang sudah saya dapatkan cukup tinggi saat semester 1 menjadi warna tersendiri bagi penerima Bidikmisi, karena tanggung jawab tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk negara, dimana kita akan mengabdikan diri nantinya.
Apapun kondisi yang sedang kita alami, terlebih itu kondisi yang membuat kita terbatas untuk melakukan suatu hal pasti dapat kita lewati. Tidak ada yang bisa menghalangi seseorang yang mempunyai semangat, tekad serta mimpi yang tinggi.
Tulisan ini saya tuliskan untuk menyebarkan semangat belajar dari berbagai kalangan. Dari desa atau kota, orang mampu atau tidak, semua bisa belajar asal mempunyai semangat, tekad dan mimpi, tanpa itu semua hakikat belajar akan hilang karena belajar akan dianggap hanya sebagai formalitas. Terlebih pemerintah sudah memberikan fasilitas kepada yang tidak mampu secara finansial untuk terus belajar, ada alasan apa lagi untuk menolak belajar?
Terimakasih yang Maha Pemberi telah memberi saya jalan untuk mewujudkan mimpi. Terimakasih kedua orangtua yang tak henti memberikan segala bentuk dukungan yang membuat saya menjadi sosok yang penuh mimpi. Terimakasih Bidikmisi yang telah membuka jalan untuk meraih mimpi. Terimakasih Pemerintah atas programnya yang sangat membantu kami membuka jalan meraih mimpi. Semoga BIDIKMISI dapat terus membantu teman-teman lain yang mempunyai semangat serta mimpi untuk terus belajar dan semoga BIDIKMISI selalu berada di tangan orang-orang yang tepat, yang benar-benar ingin merealisasikan mimpi tapi benar-benar terbatas secara materi.
“Mari Berbagi Inspirasi Untuk Negeri!”

_________________________________________________________________________________

 Tak sengaja, membaca tulisan ini dan membangunkan kembali semangat yang hampir mati. Ku kira tulisan ini cukup berharga jika hanya ku biarkan berada dalam folder hingga berdebu. Lebih baik ku bagikan saja di tempat menulis ku, mungkin ada orang di luar sana yang juga sedang butuh semangat? Yang harus diingat adalah
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [Ar-Ra’d/13:11].
Siapa lagi yang bisa membantu kita menggapai mimpi jika bukan diri sendiri?

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan adalah Doa: Pascasarjana ITB

Dattebayo.

Ucapan adalah Doa : Awardee LPDP 2019