COVID-19: We're All in This Together

Sudah hari ke lima tanpa melakukan aktivitas di luar, tidak bertemu dan berbincang dengan orang banyak, mengisolasi diri dengan tujuan setidaknya bisa memutus rantai penyebaran suatu wabah. Iya, wabah. Tak pernah terpikirkan sebelumnya akan menghadapi keadaan ini. Keadaan yang pernah tergambar dalam film-film pandemik, seperti Contagion dan The Flu.

Baru memasuki bulan ke tiga di tahun 2020 dan sepertinya tahun ini akan menjadi tahun bersejarah bagi umat manusia, karena pada awal tahun ini, hampir seluruh manusia di bumi ini sedang berperang dengan makhluk yang bahkan tidak dapat terlihat oleh indra juga belum diketahui begitu jelas jurus terhebatnya. Bayangkan, jika harus berperang melawan sesuatu yang terlihat saja kadang sulit, lalu bagaimana jika harus melawan sesuatu yang tak bisa terdeteksi secara langsung keadaannya? Allah.

Corona Virus Disease 2019 atau yang disingkat sebagai COVID-19 dan lebih sering disebut sebagai corona, merupakan suatu penyakit pernapasan akut yang disebabkan oleh salah satu keluarga corona virus terbaru yang menyebar melalui transmisi manusia-manusia. Sebelumnya, corona virus menginfeksi manusia dengan penyakit yang disebut sebagai MERS disebabkan oleh MERS-CoV (Saudi Arabia, 2012) dan SARS disebabkan oleh SARS-CoV (Cina, 2003). Karena virus yang menyebar pada saat ini mempunyai keidentikan dengan Sars yang pernah terjadi sebelumnya, virus yang menyebabkan COVID-19 ini juga disebut sebagai SARS-Cov-2. Berbeda dengan kedua saudaranya yang dinyatakan sebagai epidemik, COVID-19 pada tanggal 11 Maret 2020 dinyatakan oleh WHO sebagai pandemik. Suatu penyakit dapat dinyatakan sebagai pandemik saat penyakit itu sudah menyebar ke banyak negara. Saat dinyatakan sebagai pandemik, sudah terdapat 118.000 kasus yang tersebar di 114 negara dan 4.291 di antaranya sudah kehilangan nyawanya. Sedangkan saat aku mengetik ini (20 Maret 2020, 14.16), melalui https://www.worldometers.info/coronavirus/ dapat dipantau bahwa sudah terdapat 246.079 kasus yang tersebar kurang lebih di sekitar 182 negara dengan angka kematian yang sudah mencapai 10.049 nyawa (Indonesia: 369 kasus, meninggal 32). Huh, mengetiknya saja aku dibuat sulit bernafas. Tapi tenang, presentase kesembuhan lebih besar daripada kematiannya, 89% dinyatakan sembuh dan 11% tidak dapat ditolong.

Perbandingan Keluarga Corona Virus
Sumber: 
https://www.labmanager.com/lab-health-and-safety/covid-19-a-history-of-coronavirus-22021


Awal mula terjadinya COVID-19 ini adalah di penghujung tahun 2019, aku ingat sekali waktu itu posisi ku masih belum merantau kembali. Diberitakan bahwa di Wuhan telah terjadi wabah yang setelah ditelusuri, korban pertama yang meninggal merupakan langganan tetap suatu pasar hewan, dan kemudian jumlah terus meningkat yang juga berhubungan erat dengan pasar hewan tersebut. Waktu itu ku kira berita itu hanya eksis di hari itu saja, seperti angin lalu. Namun ternyata, seserius ini. Lihat dokumenter ini deh, sungguh, ini bukan film bergenre science-fiction, this is real :".



Masih terus dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai asal-usul SARS-CoV-2 ini. Namun kemungkinan besar, virus ini diperkirakan berasal dari kelelawar yang kemudian berpindah ke manusia dan selanjutnya terjadi perpindahan virus dari manusia satu ke manusia lain dengan sangat cepat, baik melalui droplet (cairan tubuh, seperti ludah), kontak langsung ataupun melalui barang yang sudah ditinggali si SARS-CoV-2 tersebut.

Oiya, FYI, kalau udah nonton Contagion, mungkin sumber virus ini persis seperti yang ada di film tersebut. Di akhir film diceritakan bahwa, seekor kelelawar yang mungkin 'membawa' suatu virus memakan buah pisang yang kemudian tidak sengaja si kelelawar jatuhkan di kandang babi. Kemudian, babi tersebut memakan pisang yang dimakan kelelawar tadi, nah terus si babi dimakan sama manusia. Saat itulah, virus mulai melakukan invasi tak kasat matanya dari manusia satu ke manusia lain. Nah begitu juga SARS, MERS dan beberapa pandemik yang pernah terjadi sebelumnya, mungkin COVID-19 ini juga. Kalau SARS, virus dari kelelawar itu singgah terlebih dulu di Asian palm civet ( I don't know exactly what animal it is, kayaknya musang ya? ada yang bilang juga luwak, mungkin sejenis itu), sedangkan MERS si virus bertamu di Unta, setelah itu mereka main-main di tubuh manusia. Untuk COVID-19 masih dalam penelitian lebih lanjut, apakah dia langsung berasal dari kelelawar tersebut atau singgah dulu di hewan lain. Tapi hal yang membuat ku bertanya-tanya adalah, kenapa kelelawar bisa sebegitu membahayakan hingga banyak penyakit yang virusnya berasal dari kelelawar? Menurut Brook dkk dalam penelitiannya di University of California - Barkeley, kelelawar itu unik. Kelelawar menjadi tempat yang sangat disukai untuk pertumbuhan virus. Kekebalan tubuh kelelawar yang sangat baik terhadap virus, mendorong virus untuk bereplikasi dengan begitu cepat dalam dirinya. Kemudian, saat virus tersebut bertransmisi ke mamalia yang mempunyai kekebalan rata-rata, seperti manusia, akan menimbulkan banyak efek yang dapat mengantarkan pada kematian. Untuk mekanisme perlawanan imun kelelawar pada virus dapat dilihat di jurnal ini. Kadang, yang berbahaya memang bukan datang dari hal yang besar, melainkan dari hal kecil yang luput kita perhatikan, seperti berdoa mungkin?

Menurut data yang telah didapat selama outbreak di China, sampai tanggal 24 Februari 2020, kasus terbanyak terjadi pada usia rentang 30-79 tahun dan 86% dari seluruh kasus pada hari itu berasal dari tempat pasar hewan itu berada, Wuhan. Sebenarnya, virus ini tidak memberikan dampak masalah kesehatan yang begitu besar bagi mereka yang memang mempunyai daya tahan tubuh kuat. Dibuktikan dengan data di Jepang tanggal 24 Februari tersebut bahwa dari 44.415, 81% mengalami gejala ringan seperti pada flu biasa (mild disease) 14% gejala sedang menuju berat, menimbulkan sesak nafas (severe) dan 5% yang mengalami kritis. Angka kematian (Case Fatality Rate (CFR)) terbesar pun terjadi pada rentang usia lebih dari 70 tahun dan kasus yang mengalami kritis, serta kasus yang mempunyai komplikasi penyakit lain (cardiovascular disease, diabetes, penyakit pernapasan seperti asma, hipertensi dan kanker). Tidak ada laporan mengenai CFR pada anak-anak dan kasus ringan maupun sedang, semuanya berangsur-angsur dapat pulih kembali. Namun, apa yang membuat penyakit ini menyebabkan kematian yang cukup banyak? Hal ini terjadi karena penyebaran yang begitu cepat, kasus baru yang terus muncul, sedangkan tenaga medis, alat dan fasilitas medis yang belum terlalu siap dan juga terbatas, sehingga banyak pasien yang tidak dapat tertangani dengan baik. Bahkan di italia, yang saat ini sebagai negara kedua kasus terbanyak setelah cina, karena keterbatasannya menangani perkembangan COVID-19 ini, dokter sampai harus memilih, mana yang bisa ditolong dan mana yang di'relakan'. 

Penyebaran yang terjadi melalui transimisi manusia-manusia ini membuat dilema bagi banyak negara. Walaupun tidak terkena dropletnya secara langsung, manusia selalu beraktivitas. Memegang ini itu, sentuh banyak hal dan dari sana virus akan menempel kemudian dipegang oleh orang lain, maka orang itu akan juga tertular dan hal ini terjadi secara terus menerus hingga kasus yang terdeteksi semakin banyak. Menurut penelitian sebelumnya, karena SARS-CoV-2 mirip dengan SARS-CoV maka data tersebut digunakan sebagai acuan stabilitas virus tersebut dalam suatu benda, virus ini dapat bertahan di aerosol selama 3 jam, 4 jam di tembaga, 24 jam pada kardus dan 2-3 hari pada plastik atau stainless-steel. Padahal kita hampir setiap hari berurusan dengan barang-barang yang terbuat dari bahan tersebut. Itulah mengapa, social distancing dan higienitas sangat disarankan untuk membuat si SARS-CoV-2 ini kebingungan mencari inang lainnya dan kemudian mati. Bahkan, Italia mengunci akses masuk dan keluar di negaranya, negara loh bukan kota. Seserius itu, tapi banyak yang masih bercanda. Walaupun COVID-19 tidak memberikan dampak terlalu buruk pada usia muda, namun, yang tinggal di bumi tidak hanya anak muda, ada orang tua kita, nenek kakek dan lainnya yang menjadi usia rentan terhadap COVID-19 ini. Anak muda bisa saja tidak mengalami hal buruk saat terjangkit, namun ia bisa menjadi pembawa virus tersebut yang kemudian menyebarkannya, saat yang terkena adalah usia yang rentan, jika tidak langsung ditangani, akan sangat berbahaya bagi nyawanya. Jadi memang harus saling bersinergi, saling mengerti, ada nyawa yang harus kita jaga.

Sebenarnya, agak susah membaca penelitian kesehatan, banyak istilah kedokteran yang sulit untuk diterjemahkan, wkwk, takut salah menginterpretasikan dan ragu mau menulis di sini. Jadi di sini aku menulis yang bisa ku interpretasikan sendiri saja ya. Dan kebetulan sore tadi Mbak Dewi memposting artikelnya, untuk mendapatkan informasi COVID-19 yang lebih dalam dengan bahasa yang mudah dipahami bisa di cek di sini.

Lagi ngapain sok-sok membahas yang bukan bidangnya sih, feb? Loh-loh, memang bukan bidang ku, tapi ini terjadi dan berdampak kepadaku serta sekitarku, yang membuat aku berdiam diri di kamar sudah hampir seminggu. I should know the reason why I  must to do something, right?

Tujuan awal ku menulis ini pun karena, hey, waktu ku berdiam saja di kosan untuk apa? I will feel extremely guilty if I just rebahan all day long, meanwhile, there are so many people struggle for me, for us, for our world, to cure all of this pandemic.

Dengan membaca dan menuliskannya ("ikatlah ilmu dengan tulisan"), setidaknya aku tau hal-hal urgent apa yang harus dan dapat aku dan kita lakukan. Setidaknya aku tau, apa yang harus aku sampaikan kepada orang-orang terdekat. Setidaknya aku lebih tau dan dapat bermuhasabah, ternyata ilmu itu memang sangat luas dan selalu berkembang, itu mengapa ada istilah long-life learner. Yep, bahkan banyak dokter-dokter yang sudah pensiun diminta kembali ikut mengatasi dan menganalisa masalah yang terjadi ini. Setidaknya aku bisa lebih mengerti, tak ada yang dapat disombongkan oleh manusia yang lemah seperti kita, bahkan hanya dengan hal yang tidak terlihat, suatu negara besar dapat diluluh lantakkan hanya dalam hitungan hari. Apakah manusia masih bisa sombong setelah ini? Dan setidaknya, membuat aku bisa bercerita lebih matang kelak di masa depan, bahwa tahun 2020 adalah tahun luar biasa, dimana manusia berperang dengan sesuatu yang tak kasat mata, namun, karena anugerah dari Yang Maha Kuasa, manusia dapat mengatasi itu semua.

Kita tau bahwa selalu ada alasan dibalik terjadinya suatu kejadian. Sebelumnya, umat manusia juga pernah beberapa kali mengalami pandemik, kan? Dan kehidupan masih ada sampai hari ini, jika memang Alah mengizinkan, kita pasti akan bisa melewatinya, tentu dengan ikhtiar yang sangat maksimal dan berdoa semoga bumi segera kembali pulih. Memang, Allah akan menyudutkan hambanya agar ingat kembali bahwa tiada daya dan kuasa selain milikNya. Semoga setelah ini, tanpa perlu disudutkan, kita selalu ingat bahwa ada Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. We'll walk together through this situation, and just believe He has something best behind it. Tugas kita sekarang adalah memainkan peran kita dengan baik untuk membantu tenaga medis dan pihak lainnya, sehingga wabah ini dapat terlewati dan dapat menghirup udara segar kembali tanpa adanya kekhawatiran.

Keep healthy and spread the positivity!


Source:

A Timeline of Coronavirus (COVID-19) How It Started and Where It's Spreading

Cara E Brook, Mike Boots, Kartik Chandran, Andrew P Dobson, Christian Drosten, Andrea L Graham, Bryan T Grenfell, Marcel A Müller, Melinda Ng, Lin-Fa Wang, Anieke van Leeuwen. Accelerated viral dynamics in bat cell lines, with implications for zoonotic emergence. eLife, 2020;9 DOI: 10.7554/eLife.48401 

Centers of Disease Control and Prevention (CDC) https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/index.html

Coronavirus, SARS, and MERS: What’s the Difference Sumber: https://www.qatarday.com/news/information/coronavirus-sars-and-mers-whats-the-difference/70242

Mcleod, Vince. COVID-19: A History of Coronavirus Sumber: https://www.labmanager.com/lab-health-and-safety/covid-19-a-history-of-coronavirus-22021

N van Doremalen, et al. Aerosol and surface stability of HCoV-19 (SARS-CoV-2) compared to SARS-CoV-1. The New England Journal of Medicine. 2020. DOI: 10.1056/NEJMc2004973

Scripps Research Institute. (2020, March 17). COVID-19 coronavirus epidemic has a natural origin. ScienceDaily. Retrieved March 20, 2020 from https://www.sciencedaily.com/releases/2020/03/200317175442.htm

WHO Director-General's opening remarks at the media briefing on COVID-19 - 11 March 2020 Sumber: https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---11-march-2020 

Worst Pandemic in History. Sumber: https://www.mphonline.org/worst-pandemics-in-history/

Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and Important Lessons From the Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China: Summary of a Report of 72 314 Cases From the Chinese Center for Disease Control and Prevention. JAMA. Published online February 24, 2020. doi: 10.1001/jama.2020.2648

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan adalah Doa: Pascasarjana ITB

Dattebayo.

What doesn't kill you, makes you stronger!