The Choice is Ours: Pelajaran dari Sarahza

Photo Credits : Instagram/hanumrais
Di suatu siang yang panasnya cukup dapat membakar kulit, entah kenapa aku belum bisa menerima suatu kenyataan, yang membuatku enggan kembali duduk berdiam diri tanpa suatu kegiatan. Tahukah kamu, duduk diam, scroll medsos, cek whatsapp, buka line, scroll ig, tiduran, mengulang lagi, merupakan suatu kegiatan yang dapat membawa suatu kekecewaan datang kembali dan aku menolak itu mentah-mentah. Oleh karena itu, pada siang terik itu aku memutuskan untuk memasuki moment of silence ku dan memutar otak mencari ide kegiatan apa yang aku bisa lakukan, sendirian dan dengan budget yang terbatas (karena itu posisiku sudah di luar dan ternyata ku hanya membawa beberapa lembar uang yang ada di tas.... :')))) sudah biasa, bahkan bawa motor jauh pun bisa aja SIM, STNK, KTP ditinggal di kos :'), waktu itu udah beli bensin aja ternyata lupa ngga bawa uang dan akhirnya ninggalin STNK di pom, wkwkwk).

Akhirnya, Gramedia menjadi tujuan yang tepat karena celingak celinguk sendirian pun bukan menjadi hal yang menyorot mata di sana. Hampir 2 jam ku berkeliling di lantai 2 Gramedia yang cukup luas, mencari bacaan yang pas di kantong dibaca dengan perasaan ku yang sedang campur aduk ngga berbentuk hari itu. Sampai akhirnya aku jatuh hati pada buku biru tua dengan gambar cover calon bayi.

"Manusia bilang dimana ada kehidupan, di situ ada harapan. Tapi bagiku, ruh yang telah dinasibkan di Lauhul Mahfuzh, selama manusia memelihara harapan, maka aku akan selalu hidup. Dari alam rahim, aku menyaksikan bagaimana kedua orangtuaku jatuh bangun memerolehku. Melewati puluhan terapi, menghadapi ratusan jarum suntik, sayatan pisau operasi, berkali inseminasi dan gagal bayi tabung, bahkan sampai menuai badai depresi. Meski segala ilmu manusia akhirnya bertekuk lutut pada Pencipta ilmu Segala Ilmu, kedua orangtuaku tak menyerah. Bahkan setelah ibu menjadi 'tak sempurna' karena upayanya.
Tahukah apa yang membuat Pencipta bisa luluh pada hambaNya? Dengan segala usaha dan penyerahan diri sepenuhnya, takdirku ke dunia dihantarkan oleh ribuan malaikat yang bersujud pada manusia-manusia yang berupaya.
Inilah kisahku. I am Sarahza."

Kisah Mbak Hanum dan Mas Rangga yang ku tamatkan dalam 2 hari ini cukup membuat ku sedikit merasa 'ngilu' saat membacanya. Membayangkan perjuangan seorang ibu untuk memperjuangkan sesosok harapan yang telah digariskan oleh Sang Pemberi Hidup, membuat ku sadar, itulah mengapa surga memang benar-benar ada atas ridha seorang ibu. Melawan rasa takut dan menyerahkan dirinya untuk diberikan perlakuan medis demi memperjuangkan sesosok harapan itu. Kekuatan, ketegaran, dan kesabaran menjadi nilai yang ingin disampaikan oleh Mbak Hanum dalam tulisannya. Begitu juga dengan Mas Rangga, sosok hebat di belakang setiap kekuatan Mbak Hanum, yang menjadi tameng akan segala hal yang dapat menyakitkan hati istrinya.

Tak disangka, ternyata dibalik suksesnya buku dan film 99 Cahaya di Langit Eropa serta Bulan Terbelah di Langit Amerika, terdapat cerita perjuangan yang sangat memainkan emosi dan perasaan. Bahkan aku sempat terkecoh di cerita tahun ke delapan pernikahan Mbak Hanum dan Mas Rangga. Ku sudah ikut terbawa suasana saat membacanya, hingga tak sadar ternyata sudah banyak air yang menggenang di mata. Namun ternyata, itu merupakan bagian dari ujian yang masih harus dilewati oleh Mbak Hanum dan Mas Rangga untuk mendapatkan sesosok harapan itu.

Singkat cerita, di tahun ke sebelas, setelah melewati masa-masa berat hingga depresi akut, Sang Pemberi Hidup benar-benar mewujudkan harapan yang memang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz itu. Sarahza akhirnya benar-benar nyata, ia lahir ke dunia di tahun ke sebelas pernikahan ayah bundanya :). MasyaAllah..

Sungguh besar kuasa Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Teringat cerita Baginda Nabi Ibrahim a.s yang dulu juga tak menyangka bahwa Istrinya, Ibunda Sarah, mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian menjadi penerus Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq a.s. Ibunda Sarah dapat mengandung di usia yang dalam dunia medis merupakan suatu ketidakmungkinan yang jelas. 

Pengetahuan hanyalah sebuah pengetahuan, yang diberikan Allah kepada kita melalui akal dan manusia sebagai makhluk yang mulia diamanahkan untuk mengembangkan akal itu menjadi pengetahuan-pengetahuan yang kita ketahui saat ini. Namun, yang sudah jelas kita ketahui adalah semua yang ada di dunia ini adalah atas kehendakNya. Ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia sifatnya hanya memprediksi, tak bisa menjamin. Ia tetap bertekuk lutut pada ketetapan Sang Pencipta Segala Ilmu.

Kisah Mbak Hanum dan Mas Rangga merupakan suatu bukti kuasa Allah di masa ini. Suatu bukti bahwa kesungguhan dan kepasrahan yang besar terhadap janji Allah akan mengantarkan kita pada ketentuan yang telah dituliskan di Lauhul Mahfuzh. Karena sejatinya, segala skenario hidup kita telah dituliskan oleh Sang Sutradara di Lauhul Mahfuzh. Untuk bagaimana hasilnya kelak, kembali kepada kita sang pemain dalam skenario tersebut. Jika kehendak kita untuk berusaha dan berupaya akan apa yang telah menjadi ketetapan Allah semakin besar, maka di saat yang tepat Allah pasti akan memberikannya. Namun, jika kita sebagai pemain menyerah dan enggan memperjuangkannya, maka semakin lama, ketetapan itu akan meredup dan kemudian sirna.
Tahukah apa yang membuat Pencipta bisa luluh pada hambaNya? Dengan segala usaha dan penyerahan diri sepenuhnya, takdirku ke dunia dihantarkan oleh ribuan malaikat yang bersujud pada manusia-manusia yang berupaya.
Jadi, mau menjadi pejuang atau penyerah? The choice is ours.




Yang juga sedang berusaha menjadi pejuang penjemput ketetapanNya

Feb

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan adalah Doa: Pascasarjana ITB

Dattebayo.

Ucapan adalah Doa : Awardee LPDP 2019